Senin, 18 Maret 2019

Asal usul sejarah Kultur Jaringan

3.1. Latar Belakang Kultur Jaringan
            Menurut (Suryowinoto, 1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur Kultur adalah budidaya dan Jaringan adalah suatu metode penanaman protoplas, sel, jaringan, dan organ pada media buatan dalam kondisi aseptik sehingga dapat menjadi tanaman lengkap.
            Subkultur/multiplikasi/penyapihan merupakan salah satu aplikasi kultur jaringan yang telah dikenal secara meluas dan telah banyak diusahakan untuk tujuan komersial. Perbanyakan melalui kultur jaringan yang banyak diusahakan secara komersial pada saat ini terutama di negara-negara maju seperti Amerik, Jepang, dan Eropa.
            Benih yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan benih dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu benih lebih terjamin, kecepatan tumbuh benih lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
            Pekerjaan kultur jaringan meliputi; persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapangan. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar